Kepastian Menjadi Pengikut Kristus

Kepastian Menjadi Pengikut Kristus

Sabtu, 19 Oktober 2019

Lukas 12: 8-12

 

Kepastian Menjadi Pengikut Kristus

 

Saya memulai sharing ini dengan sebuah pertanyaan, “Apakah kita menyadari bahwa menjadi pengikut Kristus membutuhkan ketahanan untuk menatap kesulitan, pertentangan, ataupun bahaya? Pertanyaan itulah yang pertama kali muncul di benak saya saat membaca Injil hari ini.

Pertanyaan itu bagi saya tetap relevan sampai kapan pun—termasuk kepada saya yang sudah menjadi imam ini. Dengan memberi pertanyaan pada diri sendiri saya diajak untuk berkaca—sedalam apakah diriku di dalam beriman kepada Kristus?

Di saat saya menanyakan itu kepada diri sendiri yang ada hanyalah jawaban bahwa saya kerap kali gagal di dalam menjalankan diri sebagai pengikut Kristus. Namun, di dalam kegagalan itu saya sungguh belajar bahwa Allah yang kuimani sungguh mencintai saya apa adanya meskipun saya selalu gagal. Ia selalu bisa membangkitkan saya dari kegagalan itu.

Paus Fransiskus berkata,”Perasaan bersalah atas dosa adalah sebuah rahmat dari Allah”. Saya meyakini hal itu adalah benar adanya. Jika kita tidak pernah mengalami perasaan malu dan bersalah atas dosa—kita tidak akan pernah bisa berubah dan bertransformasi menjadi diri yang lebih baik.

Bacaan Injil hari ini memuat sebuah kepastian diri kita sebagai pengikut Kristus yaitu bahwa kita akan selalu disertai oleh roh kudus. Sebagai seorang imam muda tentu saya awalnya amat bersemangat untuk melakukan banyak sekali kegiatan. Termasuk mendengarkan pengakuan dosa di saat paskah ataupun natal. Biasanya selama sebulan penuh melakukan ‘touring’ pengakuan dosa ke wilayah ataupun lingkungan. Di hari akhir pengakuan, saya mengalami rasa lelah yang amat dalam. Seperti enggan melakukan pengakuan dosa lagi. Seperti biasa, saya tetap masuk ke dalam ruang pengakuan dosa dan saya memulai dengan doa. Entah mengapa saya tiba-tiba menangis dan mengatakan di dalam doa saya, ‘Tuhan, aku lelah sakali sudah mendengarkan pengakuan dosa selama sebulan ini. Ingin rasanya aku istirahat. Namun, jika hari ini Engkau mau menggunakan aku untuk mendengarkan pengakuan umat, pakailah aku.’

Setelah saya berdoa demikian, saya sungguh merasa segar di dalam mendengarkan pengakuan dosa sampai pukul 11 malam. Tidak seperti biasanya. Saya merefleksikan itu adalah karya roh kudus yang menemani saya. Saya hanyalah instrument Allah.

Dari pengalaman itu saya sungguh yakin kepastian akan Roh Kudus akan selalu menyertai kita saat kita sudah bisa berpasrah dan membiarkan Tuhan yang berkerja atas diri kita.

          Apakah aku sudah sungguh berpasrah dan membiarkan Tuhan bekerja di dalam diriku?

No Comments

Post A Comment