Damai Sebagai Utusan Allah

Damai Sebagai Utusan Allah

Jumat, 18 Oktober 2019

Lukas 10: 1-9

 

Damai Sebagai Utusan Allah

 

Santo Lukas yang kita peringati hari ini memberikan bahan refleksi yang sungguh apik untuk merefleksikan diri sebagai seorang murid. Lukas mengibaratkan setiap murid yang diutus selalu mengusahakan damai dan membawa damai itu sendiri bagi dirinya dan bagi siapapun yang mereka jumpai. Itulah sikap penuai ataupun sikap dasar murid yang dikehendaki.

Apakah damai itu? Pertama, saya mengibaratkan damai disini sebagai sikap “Eling lan waspada” yang harus dimiliki oleh setiap penuai ataupun murid Kristus. Kita harus mengingat bahwa kita hidup seperti seorang utusan yang diutus di tengah-tengah serigala. Oleh sebab itu menjadi pribadi yang diutus berarti juga seharusnya belajar bagaimana memahami kerentanan dan keutamaan diri yang selalu dikuatkan oleh Gembala Utama—Kristus sendiri. Memang, akan ada ketakutan dan kebingungan di dalam perutusan namun di sana juga ada kedamaian saat kita membawa Kristus.

Kedua, damai itu tidak datang melalui apa yang kita bawa atau kita miliki juga kesuksesan material sebagaimana Yesus bersabda,”Jangan membawa pundi-pundi—bekal atau kasut”. Damai yang dimaksudkan adalah hadir pada siapapun yang memiliki kebebasan batin.

Ketiga, damai Kristus itu sendiri yang selayaknya kita bawa. Damai Kristus di dalam hati kita yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun.

          Kita semua sebagai umat Allah memiliki kewajiban menjadi pembawa damai. Damai itu dimulai dari diri kita yang sungguh intim dan mendalam bersatu dengan cinta Kristus. Dengan demikian Kristus sendirilah yang berkarya di dalam diri kita. Amin.